Pernahkah anda bertemu dengan seorang teman yang pernah mengalami sebuah pengalaman tidak menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain. Sebut saja namanya Putri. Putri bersama keluarganya pernah mempercayai saudaranya untuk mengatur keuangan bisnis mereka. Semua urusan keuangan dalam usaha yang mereka jalankan sudah menjadi tanggung jawan saudaranya itu. Artinya mereka hanya mendapatkan laporan dari saudaranya dan membayar upah untuk saudaranya yang sudah membantu mereka.
Dalam perjalanan waktu, di tengah kesuksesan usaha mereka,
terjadi hal yang tidak diinginkan oleh semua orang. Mereka ditinggal kabur oleh
saudaranya dengan membawa semua uang yang dihasilkan dari bisnis tersebut.
Kejadian ini membuat trauma tersendiri bagi mereka sekeluarga.
Mereka kecewa terhadap saudara sendiri. Saudara yang harusnya dipercaya dan
bisa diandalkan, ternyata menikam dari belakang juga. Yang lebih pahitnya
adalah yang ditikam saudara sendiri. Sungguh menyakitkan.
Putri dan keluarganya menjadi terpuruk dan trauma karena
kejadian ini. Usaha mereka yang bangkit dan jaya perlahan menurun dan ditinggal
pelanggan. Ini disebabkan karena mereka masih merasa kecewa terhadap saudara
dan tidak mempertahankan usaha tetap berjalan dengan baik tanpa saudaranya itu.
Kehilangan hasil dari usaha membuat mereka merasa tertekan dan mengingat
kejadian tersebut setiap waktu.
Pengalaman ini pun digenerasasikan terhadap semua saudaranya.
Mereka tidak pernah lagi mempercayakan sesuatu kepada saudara sendiri. Mereka
menjadi sulit untuk mempercayai orang lain. Mereka menganggap tidak ada lagi
yang bisa dipercayai, keluarga tidak, apalagi orang lain.
Mereka mencoba untuk membangun kembali usaha dan bisnis mereka,
namun mereka menjadi kesulitan untuk mengembangkannya. Mereka berpikir bahwa
sulit untuk menyerahkan kepercayaan kepada orang lain. Mereka bekerja
terus-menerus dengan kemampuan sendiri. Hal-hal penting dikendalikan sendirian.
Akhirnya mereka merasa kelelahan dan makin frustrasi karena tidak berkembang
menjadi lebih baik. Mereka pun menyerah dan tidak lagi memulai bisnis mereka.
Over generalisasi terhadap masa lalu dan pengalaman bukanlah
sikap yang tepat dalam menghadapi hari ini dan masa depan. Tidak ada situasi
dan keadaan psikologis manusia yang abadi di dunia ini. Sikap orang-orang pun
tidak pernah abadi. Semua selalu berubah mengikuti situasi dan keadaan di
sekitarnya.
Tekanan hidup, permasalahan yang dihadapi, tingkat kepenatan
psikologis, hubungan sosial yang dibina bisa membuat sikap orang berubah-ubah
tak menentu. Bisa bertahan dengan satu sikap dalam setiap keadaan juga tidak
baik. Bahkan terkadang dinilai tidak bisa menyesuaikan diri. Merubah sikap
setiap saat pun tidak baik, karena kita hanye menjadi bunglon dan tidak punya
pendirian. Walaupun kita dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan yang kita
hadapi.
Pengalaman buruk dan tidak menyenangkan biasanya akan menjadi
tembok penghalang kita. Sebaliknya pengalaman yang menyenangkan akan kita
kenang selalu, dan pasti akan diulang. Mengapa bisa begitu? Kita memilih pengalaman
yang menyenangkan saja. Sementara pengalaman tidak menyenangkan kita buang dan
kita anggap berbahaya, sehingga setiap kondisi kita generalisasikan daam setiap
keadaan.
Faktanya, situasi masa lalu sudah berubah dari situasi hati ini.
Situasi hari ini sudah pasti berbeda dengan situasi dan keadaan di masa akan
datang. Bahkan tidak diketahui situasi apa yang kita terima di masa depan. Masa
depan selalu menjadi misteri yang tak pernah terpecahkan oleh manusia.
Pengalaman masa lalu memang meninggalkan kenangan yang tidak
menyenangkan. Membuat kita terus mengenang kejadian yang menyusahkan perasaan
dan hidup kita. Kehidupan saat ini dalam dimensi waktu sendiri. Sudah melewati
dimensi waktu sebelumnya dan belum memasuki dimensi waktu masa depan. Dimensi
waktu saat ini memiliki situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda, hubungan
sosial yang berbeda, permasalahan dan tekanan yang juga berbeda.
Berada dalam dimensi waktu saat ini membuat kita harusnya tidak
terpuruk dalam pengalaman masa lalu kita. Kita bisa menggunakannya sebagai
bahan evaluasi untuk keberhasilan di masa depan. Apa yang dialami di masa lalu
dipelajari dan ditemukan titik permasalahannya dan diselesaikan dengan baik di
saat ini. Tujuannya adalah agar kejadian yang tidak menyenangkan dimasa lalu
tidak pernh terulang lagi. Kita terkadang lupa dengan kehidupan kita saat ini.
Kita hanya hidup di kejadian yang tidak menyenangkan di hidup kita dan hidup
dalam khayalan kehidupan yang menyenangkan bebas dari permasalahan versi
keinginan kita. Kita tidak lagi menyadari bahwa pengalaman itu adalah kenangan,
bukan keadaan yang harus dihidupi saat ini. Hidup kita saat ini adalah
kehidupan kita yang sebenarnya. Kehidupan yang lepas dari bayangan masa lalu
dan bebas dari khayalan akan kehidupan ideal yang kita ciptakan sendiri dalam
pikiran dan perasaan.
Menjalani kehidupan saat ini bukan perkara mudah. Kita selalu
diiringi oleh cerita-cerita dan pengalaman di masa lalu. Kita juga dihantui
oleh bayang-bayang harapan akan kehidupan di masa depan yang belum jelas
bentuknya. Menjalani hidup sebenarnya di dimensi waktu saat ini, dimensi waktu
yang real. Semua keadaan lingkungan nyata, orang-orang sekitar kita semuanya
nyata, benda yang kita sentuh juga adalah barang-barang nyata.
Hidup dalam kenyataan adalah hidup di hari ini, saat ini dan
dimensi waktu sekarang. Melakukan semuanya sebaik mungkin adalah cara terbaik
menjalani hidup. Sampai ada istilah bahwa hidup kita di masa depan ditentukan
di hari ini. Selamat menjalani hari yang istimewa setiap hari. Hari ini adalah
sebuah hadian terindah bagi kita. Hari yang penuh kejutan dan kenyataan yang
menyenangkan untuk diterima dan dijalani.
SOCIALIZE IT →