Apakah kita menyimpan kekesalan terhadap bawahan kita? Kebencian atas kekurangcerdasan rekan kerja kita? Atau kesal karena apa yang kita perintahkan, atau yang kita sampaikan tidak pernah bisa diterjemahkan baik oleh rekan dan bawahan?
Jangan langsung menyalahkan mereka!
“Lho
kenapa tidak boleh menyalahkan mereka? Bukankah aku yang berkuasa dan memberi
perintah? Mereka harus mengerjakan sesuai dengan perintah dan permintaanku!”. Jika saya ada di sana,
saya hanya akan berkata,” Oh ya??”.
Mungkin kita ingat saat kita masih melakukan pekerjaan sama
seperti mereka. Mengerjakan pekerjaan atas perintah atasan, bukan pujian, malah
kritikan dan kemarahan yang kita terima. Kita bisa mengingat saat kita ingin
menghadap atasan kita, kaki kita gemetar sambil terus menyanyikan lagunya Ari
Lasso, “Badai Pasti Berlalu”. Sebisa mungkin berusaha menghindari karena takut
daripada dikritik habis-habisan dan menciut seperti daun putri malu ketika
disentuh.
Kita tidak berani berkata apa-apa, tapi kita tahu apa yang
seharusnya atasan kita lakukan terhadap bawahan. Bagaimana seharusnya atasan
berbicara kepada rekan kerjanya dan mendelegasikan pekerjaannya kepada kita.
Kita bisa memikirkan konsep yang terbaik. Lantas kita menanamkan sebuah
prinsip dan janji dalam diri, jika suatu saat nanti aku mendapatkan jabatan
seperti atasan kita saat ini, kita tidak akan bersikap seperti beliau. Kita
akan bersikap seperti yang kita harapkan saat masih menjadi pekerja biasa.
Apakah akan terlaksana ketika jabatan itu sudah menjadi milik kita?
Ada hal yang perlu kita sadari dalam kesempatan ini. Saat kita
bekerja sebagai pekerja biasa dan terus menanjak sampai menduduki posisi terbaik
dalam pekerjaan, sesungguhnya kita sudah mendirikan tangga untuk diri kita
sendiri. Tangga itulah yang membawa kita pada posisi terbaik saat ini. Kita
lupa bahwa tangga itu masih ada walaupun kita telah dan bisa lupa pernah
melewatinya. Orang yang bekerja bersama kita, mungkin jabatannya saat ini
secara struktural lebih rendah dari kita, mereka masih berusaha membangun
tangga tersebut. Sekarang kita pasti mengerti konsepnya. Jika kita sudah
memiliki tangga utuh, sedangkan orang yang berjalan bersama kita yang ingin
naik lebih tinggi belum memiliki tangga yang kokoh seperti yang kita tapaki
sekarang. Apakah pantas kita memaksa mereka untuk berdiri sama tinggi dengan
kita? Apakah kita tetap meminta mereka untuk berusaha berbicara ke telinga kita
sementara mereka berada jauh di bawah kaki kita? Bagaimana caranya?
Pemimpin
adalah seorang pengikut yang mampu bertransformasi dalam setiap waktu menjadi
lebih baik sebagai hasil refleksi dan inovasinya. Dalam hal suara saat bicara
dengan tim kerja, bagaimana menempatkan diri dan posisi dalam tim, bagaimana
mengambil keputusan, bagaimana mendelegasikan tugas kepada rekan kerja serta
mengatur gaya bahasa dan gesture yang tepat dalam berbicara dengan
segala level jabatan.
Tidak ada sikap dan perbuatan terbaik yang bisa ditunjukkan
kepada orang lain jika kita sendiri pun menolak mengalaminya. Artinya adalah
lakukanlah perbuatan dalam sikap dengan prinsip berpikir, jika saya yang
diperlakukan seperti itu apakah saya senang dan menyukainya? Jika kita
menyukainya, cobalah pikirkan apakah orang lain menyukai diperlakukan seperti
itu, jika kita tidak menyukainya pertimbangkan lagi untuk melakukannya. Untuk
melakukan ini ada hal-hal yang perlu dicerahkan terlebih dahulu.
1. Refleksi
Bagian ini adalah bagian penting bagi seorang pimpinan. Pemimpin
harus mampu melakukan refleksi terhadap segala kejadian yang pernah terjadi dan
dialami. Kita menghabiskan waktu kita untuk memikirkan apa yang dirasakan rekan
kerja kita. Kita hanya berfokus pada pekerjaan dan tugas-tugas kita. Kita pun
kadang melupakan perasaan dalam diri kita saat bersama dengan tim. Lakukan
refleksi terhadap waktu-waktu yang sudah kita lewati. Sikap dan perbuatan apa
saja yang tidak pernah kita sukai dan yang harus kita ubah saat dulu kita
menerimanya. Kemudian lakukanlah dengan sikap dan perbuatan sebagai hasil
refleksi diri kita.
2. Turunlah dengan tangga kita
Sebuah
sharing yang sangat bagus dari seorang Pensiunan Kepala Cabang Bank BNI
Yogyakarta. Pesannya, “Kita tidak bisa memaksa orang yang berada di
bawah kita untuk berpikir dan bertindak seperti yang kita pikirkan. Kitalah
yang harus turun dan menyesuaikan dengan kondisi mereka”. Ini sangat menyentuh dan menyentak
cara berpikir. Seorang Bapak tidak pernah memaksa seorang anak yang baru
belajar berbicara untuk mengikuti kefasihannya dalam berbicara. Orang tua pasti
akan mengikuti apa yang dilakukan anaknya agar menjadi sama dengannya agar
dapat mengerti. Sama halnya saat berjalan bersama anak kecil yang ukuran tinggi
badannya masih sebatas lutut kita, apakah kita akan membiarkan kepada kita
terus menghadap ke depan saat dia berbicara kepada kita dengan mendongakkan
kepalanya? Tidak. Pasti kita menundukkan kepada dan mengarahkan pandangan
kepadanya. Bahkan kita membungkukkan badan kita mendekatkan telinga kita kepada
suaranya. Kita yang telah memiliki tangga utuhlah yang turun untuk menggapai
mereka yang masih membangun tangga sama seperti kita.
3. Hargai mereka, kita bekerja pada porsi
masing-masing
Masih dari sharing yang luar biasa di poin 2. Rekan kerja dan
bawahan memiliki lingkup pekerjaan masing-masing. Walaupun pekerjaan
masing-masing, semuanya adalah pekerjaan bersama dengan tujuan bersama.
Hargailah keberadaan dan hasil pekerjaan mereka, ya walaupun terkadang ada saja
hal-hal yang membuat kesal dalam sebuah komunikasi. Bayangkan jika sebagai
atasan semua yang bekerja membuatkan minuman keluar karena tidak pernah mau
lagi membuatkan atasannya segelas minuman. Akhirnya membuat atasan tersebut ke
dapur sendiri dan membuat segelas teh atau kopi sendirian. Apakah hal ini
wajar? Tentu tidak. Walaupun pekerjaan OB hanya terlihat sederhana dan tidak
memberi keuntungan seperti bisnis utama, tapi keberadaan mereka mendukung
tercapainya keuntungan bisnis yang diharapkan. Hargai mereka dengan porsi
mereka. Gunakan bahasa verbal dan bahasa ungkapan terima kasih yang tidak
menyakitkan perasaan mereka. Berpikirlah bahwa sekecil apapun pekerjaan yang
mereka lakukan, mereka berguna dan memberikan benefit bagi anda dan orang di
sekitar anda.
4. Kontrol dan Coaching mereka, bukan
menuntut paksa
Jangan salahkan mereka karena kemampuan mereka. Andalah yang
memilih mereka untuk bekerja bersama anda. Anda bisa bersikap tegas terhadap
bawahan anda, tapi anda pantang untuk emosional. Mungkin saat ini mereka
terlihat kuat menghadapinya, tapi mereka sebenarnya sudah siap untuk
meninggalkan anda karena sikap anda. Apapun kelemahan mereka bukan kesalahan
mereka sepenuhnya, cari tahu mengenai kelemahan mereka dan bantulah mereka
untuk memperbaiki kelemahan itu. Jangan hanya menuntut mereka melakukan apa
yang kita harapkan. Coba koreksi lagi apakah permintaan pekerjaan kita kepada
mereka sudah spesifik dan jelas? Atau jangan-jangan kita tidak tahu apa yang
kita perintahkan kepada mereka. Sehingga saat mereka memberikan hasil pekerjaan
mereka, kita menolak dan mengkritiknya karena tidak sesuai dengan keinginan
kita, kurang disana sinilah dan lain sebagainya. Jangan-jangan kita hanya tahu
memerintah dan meminta, tapi tidak tahu seperti apa yang kita minta dikerjakan
sebenarnya.
5. Terbuka ke bawahan, tetap bijak.
Terbukalah terhadap bawahan, tapi jangan telanjangi diri anda di
depan mereka. Bawahan akan sangat senang jika mereka bisa akrab dan berbicara
lepas dengan atasan mereka. Atasan bisa ikut tertawa dan bercanda bersama
dengan mereka. Karena itu adalah bentuk sebuah kebahagiaan dalam bekerja.
Batasan kerena jabatan membuat jurang pemisah yang jika dipaksa disatukan akan
sulit. Kita bisa menceritakan misi dan ide-ide kepada bawahan, namun batasi apa
yang anda ceritakan. Jangan menceritakan ide-ide yang tidak mungkin terlaksana
agar anda tidak dianggap sebagai pengibul dan pemberi janji. Jangan juga
mengeluh di depan mereka terus menerus. Keluhan anda akan membuat tim dan
bawahan anda mengalami demotivasi dan mundur mendukung anda.
6. Hafal dan kenali mereka secara
personal.
Jika Eks. Direktur HR Unilever, Bapak Josef Bataona cara
memiliki ikatan emosional dengan bawahannya dengan menyebut orang-orang
bersamanya sebagai tim, beliau juga mengingat nama anggota timnya. Tidak hanya
sebatas itu, dia juga mengenal keluarga dari timnya agar lebih dekat. “Apalah
artinya sebuah nama?” Ini yang sebagian orang anggap tidak penting. Namun, nama
sangat penting dalam hal berkomunikasi. Saat kita bertemu teman lama dan mereka
lupa dengan nama kita, apakah kita tetap merasa senang dan berpikir apalah arti
sebuah nama? Kita pasti tersinggung. Nama itu penting dalam proses komunikasi.
Untuk itu, mengenal masing-masing orang dengan nama mereka dan identitas mereka
akan sangat membantu proses komunikasi kita dengan mereka. Selain kita dapat
lebih dekat, kita juga memberikan penghargaan dan tanda bahwa kita ingin tahu
mengenai mereka. orang-orang akan merasa dihargai jika nama mereka diingat oleh
rekan-rekannya, apalagi oleh atasan.
SOCIALIZE IT →