Friday 18 September 2015

It’s YOU!

Posted By: rentoka - 02:26


Apakah kita menyimpan kekesalan terhadap bawahan kita? Kebencian atas kekurangcerdasan rekan kerja kita? Atau kesal karena apa yang kita perintahkan, atau yang kita sampaikan tidak pernah bisa diterjemahkan baik oleh rekan dan bawahan?
Jangan langsung menyalahkan mereka!
“Lho kenapa tidak boleh menyalahkan mereka? Bukankah aku yang berkuasa dan memberi perintah? Mereka harus mengerjakan sesuai dengan perintah dan permintaanku!”. Jika saya ada di sana, saya hanya akan berkata,” Oh ya??”.
Mungkin kita ingat saat kita masih melakukan pekerjaan sama seperti mereka. Mengerjakan pekerjaan atas perintah atasan, bukan pujian, malah kritikan dan kemarahan yang kita terima. Kita bisa mengingat saat kita ingin menghadap atasan kita, kaki kita gemetar sambil terus menyanyikan lagunya Ari Lasso, “Badai Pasti Berlalu”. Sebisa mungkin berusaha menghindari karena takut daripada dikritik habis-habisan dan menciut seperti daun putri malu ketika disentuh.
Kita tidak berani berkata apa-apa, tapi kita tahu apa yang seharusnya atasan kita lakukan terhadap bawahan. Bagaimana seharusnya atasan berbicara kepada rekan kerjanya dan mendelegasikan pekerjaannya kepada kita. Kita bisa  memikirkan konsep yang terbaik. Lantas kita menanamkan sebuah prinsip dan janji dalam diri, jika suatu saat nanti aku mendapatkan jabatan seperti atasan kita saat ini, kita tidak akan bersikap seperti beliau. Kita akan bersikap seperti yang kita harapkan saat masih menjadi pekerja biasa. Apakah akan terlaksana ketika jabatan itu sudah menjadi milik kita?
Ada hal yang perlu kita sadari dalam kesempatan ini. Saat kita bekerja sebagai pekerja biasa dan terus menanjak sampai menduduki posisi terbaik dalam pekerjaan, sesungguhnya kita sudah mendirikan tangga untuk diri kita sendiri. Tangga itulah yang membawa kita pada posisi terbaik saat ini. Kita lupa bahwa tangga itu masih ada walaupun kita telah dan bisa lupa pernah melewatinya. Orang yang bekerja bersama kita, mungkin jabatannya saat ini secara struktural lebih rendah dari kita, mereka masih berusaha membangun tangga tersebut. Sekarang kita pasti mengerti konsepnya. Jika kita sudah memiliki tangga utuh, sedangkan orang yang berjalan bersama kita yang ingin naik lebih tinggi belum memiliki tangga yang kokoh seperti yang kita tapaki sekarang. Apakah pantas kita memaksa mereka untuk berdiri sama tinggi dengan kita? Apakah kita tetap meminta mereka untuk berusaha berbicara ke telinga kita sementara mereka berada jauh di bawah kaki kita? Bagaimana caranya?
Pemimpin adalah seorang pengikut yang mampu bertransformasi dalam setiap waktu menjadi lebih baik sebagai hasil refleksi dan inovasinya. Dalam hal suara saat bicara dengan tim kerja, bagaimana menempatkan diri dan posisi dalam tim, bagaimana mengambil keputusan, bagaimana mendelegasikan tugas kepada rekan kerja serta mengatur gaya bahasa dan gesture yang tepat dalam berbicara dengan segala level jabatan.
Tidak ada sikap dan perbuatan terbaik yang bisa ditunjukkan kepada orang lain jika kita sendiri pun menolak mengalaminya. Artinya adalah lakukanlah perbuatan dalam sikap dengan prinsip berpikir, jika saya yang diperlakukan seperti itu apakah saya senang dan menyukainya? Jika kita menyukainya, cobalah pikirkan apakah orang lain menyukai diperlakukan seperti itu, jika kita tidak menyukainya pertimbangkan lagi untuk melakukannya. Untuk melakukan ini ada hal-hal yang perlu dicerahkan terlebih dahulu.
1. Refleksi
Bagian ini adalah bagian penting bagi seorang pimpinan. Pemimpin harus mampu melakukan refleksi terhadap segala kejadian yang pernah terjadi dan dialami. Kita menghabiskan waktu kita untuk memikirkan apa yang dirasakan rekan kerja kita. Kita hanya berfokus pada pekerjaan dan tugas-tugas kita. Kita pun kadang melupakan perasaan dalam diri kita saat bersama dengan tim. Lakukan refleksi terhadap waktu-waktu yang sudah kita lewati. Sikap dan perbuatan apa saja yang tidak pernah kita sukai dan yang harus kita ubah saat dulu kita menerimanya. Kemudian lakukanlah dengan sikap dan perbuatan sebagai hasil refleksi diri kita.
2. Turunlah dengan tangga kita
Sebuah sharing yang sangat bagus dari seorang Pensiunan Kepala Cabang Bank BNI Yogyakarta. Pesannya, “Kita tidak bisa memaksa orang yang berada di bawah kita untuk berpikir dan bertindak seperti yang kita pikirkan. Kitalah yang harus turun dan menyesuaikan dengan kondisi mereka”. Ini sangat menyentuh dan menyentak cara berpikir. Seorang Bapak tidak pernah memaksa seorang anak yang baru belajar berbicara untuk mengikuti kefasihannya dalam berbicara. Orang tua pasti akan mengikuti apa yang dilakukan anaknya agar menjadi sama dengannya agar dapat mengerti. Sama halnya saat berjalan bersama anak kecil yang ukuran tinggi badannya masih sebatas lutut kita, apakah kita akan membiarkan kepada kita terus menghadap ke depan saat dia berbicara kepada kita dengan mendongakkan kepalanya? Tidak. Pasti kita menundukkan kepada dan mengarahkan pandangan kepadanya. Bahkan kita membungkukkan badan kita mendekatkan telinga kita kepada suaranya. Kita yang telah memiliki tangga utuhlah yang turun untuk menggapai mereka yang masih membangun tangga sama seperti kita.

3. Hargai mereka, kita bekerja pada porsi masing-masing
Masih dari sharing yang luar biasa di poin 2. Rekan kerja dan bawahan memiliki lingkup pekerjaan masing-masing. Walaupun pekerjaan masing-masing, semuanya adalah pekerjaan bersama dengan tujuan bersama. Hargailah keberadaan dan hasil pekerjaan mereka, ya walaupun terkadang ada saja hal-hal yang membuat kesal dalam sebuah komunikasi. Bayangkan jika sebagai atasan semua yang bekerja membuatkan minuman keluar karena tidak pernah mau lagi membuatkan atasannya segelas minuman. Akhirnya membuat atasan tersebut ke dapur sendiri dan membuat segelas teh atau kopi sendirian. Apakah hal ini wajar? Tentu tidak. Walaupun pekerjaan OB hanya terlihat sederhana dan tidak memberi keuntungan seperti bisnis utama, tapi keberadaan mereka mendukung tercapainya keuntungan bisnis yang diharapkan. Hargai mereka dengan porsi mereka. Gunakan bahasa verbal dan bahasa ungkapan terima kasih yang tidak menyakitkan perasaan mereka. Berpikirlah bahwa sekecil apapun pekerjaan yang mereka lakukan, mereka berguna dan memberikan benefit bagi anda dan orang di sekitar anda.
4. Kontrol dan Coaching mereka, bukan menuntut paksa
Jangan salahkan mereka karena kemampuan mereka. Andalah yang memilih mereka untuk bekerja bersama anda. Anda bisa bersikap tegas terhadap bawahan anda, tapi anda pantang untuk emosional. Mungkin saat ini mereka terlihat kuat menghadapinya, tapi mereka sebenarnya sudah siap untuk meninggalkan anda karena sikap anda. Apapun kelemahan mereka bukan kesalahan mereka sepenuhnya, cari tahu mengenai kelemahan mereka dan bantulah mereka untuk memperbaiki kelemahan itu. Jangan hanya menuntut mereka melakukan apa yang kita harapkan. Coba koreksi lagi apakah permintaan pekerjaan kita kepada mereka sudah spesifik dan jelas? Atau jangan-jangan kita tidak tahu apa yang kita perintahkan kepada mereka. Sehingga saat mereka memberikan hasil pekerjaan mereka, kita menolak dan mengkritiknya karena tidak sesuai dengan keinginan kita, kurang disana sinilah dan lain sebagainya. Jangan-jangan kita hanya tahu memerintah dan meminta, tapi tidak tahu seperti apa yang kita minta dikerjakan sebenarnya.
5. Terbuka ke bawahan, tetap bijak.
Terbukalah terhadap bawahan, tapi jangan telanjangi diri anda di depan mereka. Bawahan akan sangat senang jika mereka bisa akrab dan berbicara lepas dengan atasan mereka. Atasan bisa ikut tertawa dan bercanda bersama dengan mereka. Karena itu adalah bentuk sebuah kebahagiaan dalam bekerja. Batasan kerena jabatan membuat jurang pemisah yang jika dipaksa disatukan akan sulit. Kita bisa menceritakan misi dan ide-ide kepada bawahan, namun batasi apa yang anda ceritakan. Jangan menceritakan ide-ide yang tidak mungkin terlaksana agar anda tidak dianggap sebagai pengibul dan pemberi janji. Jangan juga mengeluh di depan mereka terus menerus. Keluhan anda akan membuat tim dan bawahan anda mengalami demotivasi dan mundur mendukung anda.
6. Hafal dan kenali mereka secara personal.

Jika Eks. Direktur HR Unilever, Bapak Josef Bataona cara memiliki ikatan emosional dengan bawahannya dengan menyebut orang-orang bersamanya sebagai tim, beliau juga mengingat nama anggota timnya. Tidak hanya sebatas itu, dia juga mengenal keluarga dari timnya agar lebih dekat. “Apalah artinya sebuah nama?” Ini yang sebagian orang anggap tidak penting. Namun, nama sangat penting dalam hal berkomunikasi. Saat kita bertemu teman lama dan mereka lupa dengan nama kita, apakah kita tetap merasa senang dan berpikir apalah arti sebuah nama? Kita pasti tersinggung. Nama itu penting dalam proses komunikasi. Untuk itu, mengenal masing-masing orang dengan nama mereka dan identitas mereka akan sangat membantu proses komunikasi kita dengan mereka. Selain kita dapat lebih dekat, kita juga memberikan penghargaan dan tanda bahwa kita ingin tahu mengenai mereka. orang-orang akan merasa dihargai jika nama mereka diingat oleh rekan-rekannya, apalagi oleh atasan.

Copyright © 2015 All Rights Reserved

Blogger Templates Designed by Templatezy